Sabtu, 29 September 2012

MAKALAH PENDIDIKAN DARI SUDUT PANDANG KULTUR JAWA


BAB I
PENDAHULUAN
              Di masyarakat kita, masalah Pendidikan sudah tidak asing lagi, baik masyarakat bawah, menengah, maupun atas. Secara kasat mata banyak kita lihat lembaga pendidikan yang berdiri di kanan kiri kita, mulai dari Flay Group/PAUD, TK/RA hingga Perguruan Tinggi. Ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin butuh terhadap adanya pendidikan.
              Banyak Hadits Nabi yang memerintahkan kepada umatnya untuk mencari ilmu/pendidikan, dan Allah pun akan mengangkat derajat seseorang juga karena ilmunya, seperti disebut dalam Firman Nya “…Yarfa’illaahu Al ladziina aamanuu minkum walladziina uutul ‘ilma darojaat…”, QS. Al Mujadalah ayat 11. Pendidikan dan hakekatnya adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan dan nasib suatu bangsa/warga negara. Hal ini diperjelas dalam firman Nya yang terdapat pada Al Qur-an Surat Ar Ra’d ayat 11.
Kesadaran bahwa dengan pendidikan manusia dapat hidup secara layak adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Namun benarkah pendidikan telah sedemikian rupa menjadi jalan keluar bagi kebutuhan manusia untuk hidup secara layak. Terlepas dari perbedaan pendapat yang tentu masing-masing menyodorkan alasan-alasan untuk memperkuat fahamnya, adalah sebuah kenyataan bahwa pendidikan tetap menjadi impian.
Berbicara Pendidikan memang tidak bisa lepas dari konsep perwatakannya itu sendiri, tidak habis-habisnya menjadi inspirasi pembahasan kehidupan. Setiap manusia dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua faktor, yaitu faktor warisan dan lingkungan. Faktor ini mempengaruhi manusia dan berinteraksi dengannya sejak ia lahir hingga sampai akhir hayatnya. Oleh karena itu sudah selayaknya pengaruh dan peranan lingkungan terhadap pendidikan begitu kuat nya.
Menanggapi hal ini, ternyata masing-masing daerah atau negara mempunyai ciri khas dan karakteristik berbeda serta konsep yang berbeda pula. Sebagaimana negara tercinta kita ini juga mempunyai konsep tersendiri tentang pendidikan, dari masa ke masa pendidikan di negara kita juga  mengalami perubahan seiring dengan perkembangannya. Namun bukan berarti secara totalitas meninggalkan konsep pendidikan lama yang merupakan peninggalan leluhur kita, sebagaimana sistem yang diterapkan oleh para Wali Sembilan (Wali Songo) yang mendarah daging dan melebur dengan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu penulis tertarik dengan konsep pendidikan Jawa, sehingga kami angkat sebuah judul “Konsep Pendidikan Dari Sudut Pandang Kultur Jawa”.
Semoga karya tulis ANALISIS KRITIS yang sangat singkat ini ada faedah dan manfaatnya bagi generasi yang akan datang. Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak, khususnya dari Dosen Pembimbing, selalu kami harapkan.
                                                               
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN DARI SUDUT PANDANG 
KULTUR JAWA

A.   Pendidikan dan Budaya Jawa
Suku Jawa adalah salah satu dari sekian banyak suku yang ada di wilayah Indonesia. Karena mempunyai ciri khas yang berbeda dengan suku yang lain, maka orang Jawa sangat dikenal dengan adab ketimurannya, sopan santun, ramah, dan rendah hati. Hal ini dapat terwujud jika kita mau mendalami ilmunya dan mau mengamalkannya sesuai kaidah-kaidah ajarannya. Pendidikan Jawa banyak diwarnai oleh ajaran-ajaran agama yang pernah masuk di pulau Jawa, diantaranya Hindu, Budha, dan Islam.
Ajaran Islam yang dibawa oleh para Waliyullah dapat diterima oleh masyarakat jawa karena kepiawaiannya dalam berdakwah. Beliau berdakwah dengan tanpa menghilangkan budaya asli jawa, sebagai contoh Raden Qosim atau yang lebih dikenal dengan Sunan Drajat menciptakan gamelan Singo Mengkok, tembang Pupuh Asmaradana, gending Pangkur (menurut akronim jawa: Pangkur = Pangudi isine Al Qur an) dan lain-lain (Hidayat Ikhsan M.R. 2001 : 31). Beliau juga memberi ajaran atau pendidikan pada pengikutnya yang hingga kini terkenal dengan sebutan “Catur Piwulang” sebagai berikut:
1.     Menehono teken marang wongkang wuta (berilah tongkat pada orang yang buta), arti filosofisnya: kaum cerdik cendekia agar tidak segan-segan mengajarkan ilmunya kepada orang yang masih buta pengetahuan, bodoh (jumud) agar tidak terjerumus kedalam perbuatan yang ternoda atau dosa.
2.     Menehono pangan marang wongkang luwe (berilah makan pada orang yang kelaparan), mengandung maksud: bagi para penguasa atau orang kaya agar memberikan makan atau bantuan kepada rakyat yang menderita kelaparan dan kesusahan.
3.     Menehono sandang marang wongkang wuda (berilah pakaian pada orang yang telanjang), artinya bagi orang yang mampu untuk memberi pakaiannya kepada yang tidak mampu mendapatkannya, makna filosofisnya pakaian mengandung unsur etika dan estetika, penutup aurat, juga mengajari kesusilaan bagi bagi orang-orang yang tidak punya rasa malu.
4.     Menehono payung marang wongkang kaudanan (berilah tempat berteduh bagi orang yang kehujanan), secara filosofis dapat diterjemahkan bahwa bagi para penguasa untuk selalu memberikan perlindungan dan pengayoman bagi para kaum yang lemah.

B.   Pendidikan dan Seni Wayang / Ringgit
            Kesenian Jawa yang banyak mengandung fatwa, pesan-pesan moral, pendidikan, dan berbagai gambaran hidup manusia adalah Seni Wayang Kulit atau terkenal dengan sebutan Ringgit Wacucal. Seni Wayang Kulit ini juga sering digunakan sebagai sarana / alat da’wah para Wali terdahulu dalam mengembangkan ajaran Islam di tanah Jawa ini.
            Banyak kisah pewayangan yang menarik dan penuh dengan nilai-nilai luhur bagi para pemimpin atau penguasa, diantaranya Wahyu Makutha Rama.
            Dalam kisah ini singkatnya R. Arjuna dalam perjalanan Rohaninya/Riyadlah (jawa : tirakat) berhasil menghadap (sowan) Begawan Kesawasidi, dan diberi wahyu Makutha Rama yang isinya “Hastha Brata” yaitu wahyu keprabon / kepemimpinan. Hastha artinya hitungan kedelapan dalam bahasa Kawi (jawa kuno). Didalamnya mengandung contoh sifat / teladan 8 Dewa dan watak / sifat 8 unsur alam.
1.     Bathara Wisnu – sifatnya bumi; Mempunyai sifat sabar yang tak terhingga, walau dicangkul, dibajak, dan diolah sedemikian rupa justru memberi kesuburan pada tanaman yang dapat diambil hasilnya. Bumi memberi penghidupan pada semua makhluk yang ada padanya.
2.     Bathara Bayu – sifatnya Maruta / Angin; Mempunyai sifat dapat masuk kesegala ruang tanpa membeda-bedakan besar kecilnya ruang, bersih tidaknya ruang, merata dimana-mana ada. Dan yang lebih penting lagi angin atau udara sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup yang ada dimuka bumi ini.
3.     Bathara Baruna – sifatnya Samudra / Air; berwatak adil dan senang hati, tidak menang sendiri, damai, walau dipisahkan mudah berkumpul kembali. Air juga memberi penghidupan, samudra juga berarti luas, luas pengetahuan, luas cara pandangnya, lapang dada/hatinya.
4.     Bathari Ratih – sifatnya Chandra / Rembulan; cahayanya yang lembut memberi penerang pada bumi seisinya dengan rasa senang dan tenteram, luwes, menumbuhkan rasa kasih sayang.
5.     Bathara Surya – sifatnya Matahari; bisa memberi kekuatan, memberi penerangan atau cahaya yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk di muka bumi.
6.     Bathara Indra – sifatnya Angkasa / Langit; memberi pengayoman pada semua makhluk tanpa pilih kasih, memberi keadilan dalam membagi musim.
7.     Bathara Brahma – sifatnya Dahana / Api; mempunyai sifat pelebur, memberantas angkara murka, dapat mengatasi masalah kecil ataupun yang besar, halus dan atau yang kasar.
8.     Bathara Ismaya – sifatnya Kartika / Bintang; bersifat tertib, rapi, tangguh, tidak gampang kena pengaruh, dapat memberi penghibur pada yang susah, memberi petunjuk pada yang kebingungan/kehilangan arah.
              Demikianlah uraian “Astha Brata” agar supaya dapat digunakan sebagai contoh suri tauladan bagi seluruh makhluk di dunia ini, lebih-lebih para pemimpin, baik pemimpin keluarga, pemimpin sebuah lembaga, ataupun pemimpin bangsa dan negara (G. Setyo Nugraha dan M. Abi Tofani).


BAB III
PENUTUP
A.   Inti Analisis
Dari Konsep Pendidikan Jawa yang sudah dipaparkan di depan, penulis dapat menuliskan inti dari konsep tersebut sebagai berikut:
1.     Guru (menurut akronim Jawa: Guru = digugu lan ditiru). Sosok / figur seorang guru harus dapat menjadi suri tauladan terhadap anak didiknya. Tidak hanya sekedar penyampai ilmu saja (guru wujud), tetapi lebih penting lagi sebuah figur yang dapat dicontoh. Menurut orang Jawa guru itu ada 4 macam, yaitu:
a. Guru Wujud   = hanya menyampaikan ilmu / pengetahuan saja.
b. Guru Pituduh = dapat memberi petunjuk bagaimana menerapkan ilmu dalam kehidupan nyata.
c. Guru Sejati      = selain mampu seperti kedua diatas, juga mampu mengajarkan dan menerapkan dari mana dia ada, untuk apa dia ada, dan kemana dia akan pergi.
d. Guru Purwa    = gurunya guru, guru yang sangat luar biasa (Jawa: Sabda Dadi).
2. Murid mencari Guru, bukan guru mencari murid. Ibarat orang membutuhkan air, ia harus datang ke sumur, telaga, danau atau sumber air yang lain. Murid dapat menyesuaikan sumber air mana yang ia butuhkan. Itulah adab yang diterapkan pada pendidikan jawa.
3. Pendidikannya menekankan pada bentuk Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya.

B.      Kesimpulan.  
                   Dari uraian “Catur Piwulang” dan Wahyu Makutha Rama dengan “Astha Brata”nya dapat ditarik kesimpulan bahwa:
·        Manusia wajib berusaha untuk mendapatkan ilmu / pendidikan sebanyak-banyaknya / semaksimal mungkin.
·        Mencari kesempurnaan ilmu harus banyak Riyadlah (Jawa: Tirakat),  siap menghadapi halangan dan rintangan, serta godaan-godaan lain yang dapat menggagalkan cita-cita.
·        Jika menjadi seorang pemimpin harus merakyat, adil, mengayomi, mengutamakan kepentingan umum, dan lain-lain seperti yang dijelaskan di depan.
·        Penekanan akhir adalah Penerapan Hidup Sosial yang Rahmatan Lil ‘Alamiin.
C.      SARAN :









































DAFTAR PUSTAKA


Hidayat Ihsan MR, 2001. Sunan Drajat Dalam Legenda Dan Sejarahnya. Drajat, Desember 2001.
G. Setyo Nugraha dan M. Abi Tofani, Kawruh Basa Jawa. Surabaya: Penerbit “KARTIKA”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar